4 Nov 2009

Selamatan Haji



Setelah melaksanakan haji, dan pulang ke rumah masing-masing, jamaah haji biasanya mengadakan syukuran atau yang disebut walimatul hajj. Apakah walimah itu ada dasar hukumnya?

Memang setelah sampai ke rumah masing-masing, seorang jamaah haji disunnahkan mengadakan tasyakuran, yakni dengan menyembelih hewan sembelihan. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Fiqh al-Wadhih:

"Bahwa disunnahkan bagi orang yang baru pulang haji untuk menyembelih unta, sapi, atau menyembelih kambing (untuk diberikan) kepada para fakir miskin, tetangga, sanak kerabat, saudara, serta relasi. (Hal ini dilakukan) sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah SWT. Sebagaimana yang telah diamalkan oleh Nabi SAW.” (Al-Fiqh al-Wadhih minal Kitab was-Sunnah, juz I, haI 673)

Kesunnahan ini berdasarkan hadits Nabi SAW:


عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ نَحَرَ جَزُوْرًا أوْ بَقَرَةً

Dari Jabir bin Abdullah RA bahwa ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah usai melaksanakan haji, beliau menyembelih kambing atau sapi. (Shahih al-Bukhari [2859])

Namun, di sebagian daerah, walimah haji itu tidak hanya dilakukan setelah mereka pulang dari tanah suci. Perayaan itu juga dilaksanakan oleh calon jamaah haji sebelum berangkat ke tanah suci, yakni setelah mereka melunaskan ongkos naik haji (ONH) nya atau setelah mendapatkan kepastian akan berangkat. Kalau melihat isinya, maka walimah sebelum haji tersebut tujuannya tidak jauh berbeda dengan walimah setelah haji.

Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengadakan walimatul hajj merupakan suatu ibadah sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.


KH Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember

Adzan Berangkat Haji



Rupanya tidak begitu lazim adzan disuarakan di kala ada seorang yang mau berangkat haji. Akhir-akhir ini yang dilakukan oleh calon jamaah haji ialah pamit sana sini, ke semua sesepuh, para ulama, kiai, dan tokoh masyarakat, kira-kira satu minggu sebelum hari keberangkatan.

Bahkan ada yang menyelenggarakan pengajian akbar dengan mendatangkan muballigh/kiai di luar daerah. Maksudnya tidak lain adalah berpamitan dan minta maaf kepada saudara seiman sehubungan akan keberangkatannya pergi ibadah haji. Akan tetapi biasanya orang NU membuat acara demikian: pengantar protokolir, sambutan, doa calon jamaah haji, penutup dan adzan untuk keberangkatan.

Adzan yang dikumandangkan orang NU ni bberdasarkan pada, pertama, penjelasan dalam kitab I’anatut Thalibin, Juz 1 hlm 23 berikut ini:


قوله خلف المسافر—أي ويسنّ الأذان والإقامة أيضا خلف المسافر لورود حديث صحيخ فيه قال أبو يعلى في مسنده وابن أبي شيبه: أقول وينبغي أنّ محل ذالك مالم يكن سفر معصية

"Kalimat 'menjelang bepergian bagi musafir' maksudnya dalah disunnahkan adzan dan iqomah bagi seseorang yang hendak bepergian berdasar hadits shahih. Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Syaibah mengatakan: Sebaiknya tempat adzan yang dimaksud itu dikerjakan selama bepergian asal tidak bertujuan maksiat."

Dalil kedua diperoleh dari kitab yang sama:

فائدة: لم يؤذن بلال لأحد بعد النبي صلى الله عليه وسلم غير مرة لعمر حين دخل الشام فبكى الناس بكاء شديدا – قيل إنه أذان لأبي يكر إلي أن مات ... الخ

"Sahabat Bilal tidak pernah mengumandangkan adzan untuk seseorang setelah wafatnya Nabi Muhammad kecuali sekali. Yaitu ketika Umar bin Khattab berkunjung ke negeri Syam. Saat itu orang-orang menangis terharu sejadi-jadinya. Tapi ada khabar lain: Bilal mengumandangkan adzan pada waktu wafatnya Abu Bakar."

Dalil ketiga, dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36:

من طريق أبي بكر والرذبري عن ابن داسة قال: حدثنا ابن محزوم قال حدثني الإمام على ابن أبي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم—كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استودع منه حاج أو مسافر أذن وأقام – وقال ابن سني متواترا معنوي ورواه أبو داود والقرافي والبيهقي

"Riwayat Abu Bakar dan Ar-Rudbari dari Ibnu Dasah, ia berkata: Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dari Aisyah, ia mengatakan: Jika seorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasul pun mengadzani dan mengomati. Hadits ini menurut Ibnu Sunni mutawatir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qarafi, dan al-Baihaqi."

Demikian pula kata Imam al-Hafidz yang dikutip oleh Sayyid Abdullah Bafaqih, Madang. Menurutnya, hadits ini juga terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, Juz II, hal 36.

Berjabat Tangan Usai Sholat

Sudah berlaku di masyarakat kita, setelah selesai sholat berjama’ah, satu sama lain saling bersalaman. Apakah itu ada dasar hukumnya, lantas apa faedahnya?
Bersalaman antar sesama muslim memang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal itu dimaksudkan agar persaudaraan semakin kuat, persatuan semakin kokoh. Salah satu bentuknya adalah anjuran untuk bersalaman ketika bertemu. Bahkan jika ada saudara muslim yang datang dari bepergian jauh, misalnya habis melaksanakan ibadah haji, maka disunnahkan juga saling berangkulan (mu’anaqah).
Diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib, Rasulullah SAW bersabda bahwa dua orang yang bertemu dan bersalaman akan diampuni dosa mereka sebelum berpisah. (HR Ibnu Majah)
Berdasarkan hadits inilah ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa bersalaman setelah sholat hukumnya sunnah. Kalaupun perbuatan itu dikatakan bid’ah (hal baru) karena tidak ada penjelasan mengenai keutamaan bersalaman usai sholat, maka bid’ah yang dimaksud di sini adalah bid’ah mubahah, yang diperbolehkan. (Soal bid’ah, lihat penjelasannya dalam fasal tentang bid’ah).
Imam Nawawi menyatakan, bersalaman sangat baik dilakukan. Sempat ditanyakan, bagaimana dengan bersalaman yang dilakukan usai shalat? Menurut Imam Nawawi, salaman usai shalat adalah bid’ah mubahah dengan rincian hukum sebagai berikut: Jika dua orang yang bersalaman sudah bertemu sebelum shalat maka hukum bersalamannya mubah saja, dianjurkan saja, namun jika keduanya berlum bertemu sebelum shalat berjamaah hukum bersalamannya menjadi sunnah, sangat dianjurkan. (Dalam Fatâwî al-Imâm an-Nawâwî)
Bahkan sebagian ulama mengatakan, orang yang sholat itu sama saja dengan orang yang ghaib alias tidak ada di tempat karena bepergian atau lainnya. Setelah sholat, seakan-akan dia baru datang dan bertemu dengan saudaranya. Maka ketika itu dianjurkan untuk berjabat tangan. Keterangan ini diperoleh dari kita Bughyatul Muytarsyidîn.
Jadi bisa disimpulkan, hukum bersalaman usai shalat adalah mubah atau boleh, bahkan menjadi sunnah jika sebelum shalat kedua orang yang bersalaman belum bertemu.